CVT Indonesia – Pada CVTrip edisi liburan akhir tahun ini, terdapat dua SUV asal China yang turut meramaikan. Setelah Neta X, kami juga berkesempatan menggunakan Haval Jolion HEV.
Haval Jolion HEV merupakan SUV Compact yang bersaing dengan Honda HR-V, Hyundai Creta dan Chery Omoda 5. Untuk harga juga tidak jauh berbeda yakni dibanderol Rp405 Juta OTR Jakarta.
Haval Jolion HEV dikendarai oleh videographer dari CVT Indonesia, Nanda Rizky. Perjalanan dilakukan mulai dari Bogor ke Yogyakarta hingga kembali ke Bogor.
Ketika dikendarai, Haval Jolion HEV memiliki bantingan suspensi yang tergolong stiff. Dengan bantingan seperti ini tentunya pengendalian dari Jolion HEV menjadi direct dan minim body roll.
Bisa dibilang, settingan suspensi ini bermain ditengah-tangah antara nyaman dan sporty.
Berbicara soal dapur pacu, Jolion HEV menggendong mesin 1.5 Turbo hybrid dengan tenaga 188 Hp dengan torsi 375 Nm. Ini merupakan tenaga yang besar untuk mobil dengan ukuran cenderung compact.
Transmisi yang digunakan berjenis Dedicated Hybrid Transmission (DHT). Transmisi ini turut mendukung efisiensi pada mobil ini.
BACA JUGA: Mitsubishi Fuso Masih Digdaya, Kuasai Pasar Kendaraan Komersil Tanah Air
Jolion HEV pada CVTrip kali ini menempuh perjalanan dari Bogor ke Yogyakarta hingga kembali ke Bogor dengan isi 4 penumpang beserta barang. Konsumsi BBM Jolion HEV tercatat 20,2 Km/l.
Jolion HEV memiliki mode berkendara yang memungkinkan mesin untuk menyesuaikan performa yang dibutuhkan yaitu EV Mode, Serial Mode dan Parallel Mode.
Haval Jolion memiliki pengaturan kursi elektrik serta layar 10,25 inci sebagai sistem infotainment. Tentunya sudah mendukung Apple CarPlay dan Android Auto.
Kemudian beberapa fitur pendukung mulai dari Advance Driver Assistance System (ADAS). Adaptive Cruise Control, Voice Command, Keyless Entry, Parking Radar, dan masih banyak lagi.
Selain kelebihannya, beberapa kekurangan juga turut kami temukan di mobil ini. DImana ketika melewati speed trap dengan kecepatan lumayan tinggi, suspensi terasa sangat keras. Kemudian ketinggian seatbelt yang tidak bisa diatur pun dinilai kurang ergonomis karena selalu menyangkut di leher driver.
BACA SELANJUTNYA: Menikmati Kosongnya Kota Jakarta Bersama Mercedes-Benz GLB 200 AMG Line